BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut Goestsch dan Davis
(dalam Tjiptono dan Anastasia, 2003) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Dalam dunia bisnis, kualitas dapat dikatakan
sebagai alat yang sangat ampuh dalam usaha mempertahankan bisnis suatu
perusahaan. Pada dasarnya, kualitas dapat berguna untuk memenangkan persaingan.
Namun, dengan adanya kesamaan kualitas dalam beberapa perusahaan, terlebih
perusahaan jasa, kualitas bukan lagi menjadi satu-satunya andalan dalam
persaingan. Untuk dapat memenangkan persaingan tersebut, perusahaan perlu
memperhatikan aspek kepuasan pelanggan dengan baik.
Jika dilihat lebih lanjut, persoalan kualitas jasa dan
kepuasan pelanggan menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaan jasa. Oleh
karena itu perusahaan jasa perlu memperhatikan beberapa hal seperti bagaimana
membangun kualitas jasa, mengidentifikasi kesenjangan-kesenjangan yang mungkin
terjadi, serta pengaruhnya bagi kepuasan konsumen, dan perilaku konsumen
setelah menggunakan jasa.
Sejalan dengan kemajuan teknologi, dapat diketahui bahwa
konsumen menghadapi lebih banyak alternatif produk, dengan harga dan pemasok
yang berbeda. Hal ini menjadi sebuah persoalan yang harus diperhatikan
perusahaan, terutama dalam hal penentuan pilihan produk yang akan dibeli
konsumen.
Setiap perusahaan menyadari bahwa persoalan tersebut
mengindikasikan adanya pertimbangan konsumen mengenai produk atau jasa dari
segi besarnya nilai lebih yang diberikan perusahaan kepada pelanggan. Hal ini
dikarenakan pelanggan selalu mencari nilai yang dianggap paling tinggi dari
beberapa produk atau jasa yang ada (Kotler, 1997 dalam Lupiyoadi, 2001). Mereka
membentuk harapan tentang nilai yang akan diperoleh (value expectation). Dari nilai tersebut, dapat diukur besarnya
tingkat kepuasan yang dimiliki pelanggan (Lupiyoadi, 2001)..
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan, didapat
beberapa rumusan masalah. Adapun beberapa rumusan masalah tersebut, yaitu:
- Bagaimana pemahaman kualitas jasa (service quality) pada perusahaan jasa?
- Bagaimana hubungan kepuasan pelanggan dengan kualitas jasa?
- Seperti apa pentingnya pengukuran kualitas jasa?
- Bagaimana kerangka kerja manajemen kualitas jasa dalam perusahaan jasa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kualitas Jasa (Service Quality)
Menurut John Sviokla (Lupiyoadi, 2001), salah satu faktor
yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan adalah kemampuan perusahaan
dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam
memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya, pencapaian pangsa
pasar yang tinggi, serta peningkatan profit perusahaan tersebut sangat
ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Konsekuensi atas pendekatan kualitas
pelayanan suatu produk memiliki esensi penting bagi strategi perusahaan untuk
mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan.
Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak
dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model Service Quality (Serqual)
yang dikembangkan terhadap enam sektor jasa, yaitu reparasi, peralatan rumah
tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel,
dan pialang sekuritas. Service quality
dibangun berdasarkan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan atas layanan
yang mereka terima (perseived service)
dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service).
Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka kualitas layanan
dapat dikatakan bermutu. Akan tetapi, jika kenyataan kurang dari yang
diharapkan, maka kualitas layanan dikatakan tidak bermutu. Sedangkan jika
layanan sama dengan harapan, maka kualitas layanan tersebut memuaskan. Dengan
demikian, service quality dapat didefinisikan
sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas
layanan yang mereka terima (Parasuraman, et.all, 1998 dalam Lupiyoadi, 2001).
Menurut Parasuraman (dalam Jasfar, 2005), dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan, perusahaan perlu memperhatikan lima dimensi service quality sebagai berikut:
1.
Tangiables, atau bukti fisik
yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak
eksternal;
2.
Reliability, atau kehandalan yaitu
kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan
secara akurat dan terpercaya;
3.
Responsiveness, atau ketanggapan
yaitu kemampuan perusahaan untuk membantu dan memberikan pelayanan secara cepat
dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas;
4.
Assurance, atau jaminan dan
kepastian yaitu pengetahuan, keramahan dan kemampuan para pegawai perusahaan
untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan;
5.
Empathy, yaitu memberikan
perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada
para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.
Di dalam manajemen kualitas jasa, perlu diperhatikan juga beberapa
strategi produk jasa. Sumayang (2003) menjelaskan bahwa perusahaan harus
menempatkan pelanggan paling utama, yaitu dengan cara memenuhi keinginan para
pelanggan. Di samping itu, sistem yang dibangun haruslah seolah-olah dilakukan
oleh pelanggan sendiri. Maksudnya yaitu bahwa jasa untuk pelanggan bukan
merupakan sesuatu yang diberikan sesudah suatu pelayanan saja tetapi termasuk
juga pada sistem penyampaian jasa tersebut. Perusahaan juga harus memperhatikan
bahwa manusia merupakan unsur penyampaian jasa pelayanan yang sangat penting,
sehingga service quality harus
dilaksanakan oleh orang yang benar-benar mampu melaksanakannya. Oleh karena
itu, pemilihan karyawan yang benar-benar handal menjadi hal yang sangat penting
bagi eksistensi perusahaan.
B.
Hubungan Kepuasan
Pelanggan Dengan Kualitas Jasa
Lupiyoadi (2001) menjelaskan bahwa dalam menentukan tingkat
kepuasan pelanggan terdapat lima
faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu faktor kualitas
produk, faktor kualitas pelayanan, faktor emosional, faktor harga dan faktor
biaya. Dalam faktor produk, perlu diperhatikan bahwa pelanggan merasa puas jika
hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan adalah
berkualitas. Dalam faktor kualitas pelayanan, terutama untuk industri jasa,
pelanggan akan merasa puas jika mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau
sesuai dengan yang diharapkan.
Perusahaan juga perlu memperhatikan faktor emosional, yaitu
rasa percaya diri setelah menggunakan produk perusahaan tersebut. Dalam faktor
harga, perusahaan di samping memperhatikan kualitas produk, juga harus
memperhatikan harga yang relatif murah yang mana akan memberikan nilai yang
lebih tinggi kepada pelanggannya. Dalam faktor biaya, perusahaan perlu
memperhatikan bahwa pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau
tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa dan
cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.
Dalam konteks penilaian kualitas produk jasa, telah diperoleh
kesepakatan, bahwa harapan konsumen memiliki peranan besar sebagai standar
perbandingan dalam evaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut Olson dan Dover (dalam Jasfar,
2005), harapan konsumen dapat diartikan sebagai keyakinan konsumen sebelum
mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam
menilai kinerja produk tersebut. Untuk membuktikan baik tidaknya kualitas suatu
produk, dapat diukur dari tingkat kepuasan konsumen.
Jasfar (2005) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan
terhadap suatu jasa adalah perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang
diterima dengan harapannya sebelum menggunakan jasa tersebut. Apabila
harapannya terlampaui, berarti jasa tersebut telah memberikan suatu kualitas
yang luar biasa dan juga akan menimbulkan kepuasan yang sangat tinggi.
Sebaliknya, jika harapan itu tidak tercapai, maka diartikan kualitas jasa
tersebut tidak memenuhi apa yang diinginkannya atau perusahaan tersebut gagal
melayani konsumennya.
C.
Pentingnya
Pengukuran Kualitas Jasa
Pengukuran kualitas jasa dipandang sangat penting bagi
perusahaan, yang mana dapat berguna untuk mengukur kesenjangan antara harapan
dan persepsi konsumen tentang jasa yang diberikan perusahaan jasa. Hal itu
dimaksudkan sebagai umpan balik untuk mengukur kualitas dan koreksi apabila
kualitas tersebut kurang memuaskan konsumen. Pada dasarnya, terdapat berbagai
model yang dapat digunakan untuk menganalisis kualitas jasa. Pemilihan terhadap
suatu model tergantung pada tujuan analisis, jenis perusahaan dan situasi
pasar.
Gronroos (dalam Jasfar, 2005) mengemukakan sebuah model yang
dinamakan Gronroos’s Perceived Service
Quality Model. Model tersebut menekankan pada pentingnya penilaian konsemen
terhadap jasa sebagai hasil perbandingan antara harapan dan kinerja atau
pengalamannya dalam menggunakan jasa yang terdiri dari what; yang meliputi kualitas teknis, termasuk outcome dan how; jasa
fungsional yangmenjelaskan sifat atau keadaan jasa yang dikonsumsi. Sedangkan
yang tidak kalah penting artinya di antara kedua jasa tersebut adalah corporate image.
Pengalaman pengguna jasa dapat dikategorikan ke dalam tiga
kriteria, yaitu berupa apa yang dapat dirasakannya (technical quality), bagaimana cara penyampaian jasa (functional quality), dan ditambah dengan
kesan baik atau kesan buruk mengenai perusahaan (corporate image) yang terbentuk dalam benak konsumen sebelum atau
sesudah mengkonsumsi jasa. Apabila harapannya sesuai dengan apa yang dirasakan
setelah mengkonsumsi jasa tersebut, berarti kualitas jasa itu baik. Dengan kata
lain, apabila kesan yang ditimbulkan positif, berarti konsumen merasa puas atau
cukup puas, yang merupakan suatu indikator bahwa jasa yang diberikan mempunyai
kualitas yang baik. Apabila apa yang dirasakan konsumen masih di bawah
harapannya, maka berarti kualitas jasa tersebut masih rendah.
Jelaslah bahwa kualitas jasa tersebut dapat diukur dari
kepuasan konsumen yang ditentukan oleh penilaiannya terhadap jasa tersebut (total perceived quality). Citra kualitas
yang baik bukan berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa,
melainkan melalui sudut pandang atau persepsi konsumen. Konsumenlah yang
menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang menentukan kualitas jasa.
D.
Kerangka Kerja
Manajemen Kualitas Jasa Dalam Perusahaan Jasa
Jasfar (2005) menjelaskan bahwa pada tingkatan manajemen,
kebijaksanaan ditentukan agar dapat diikuti oleh karyawan. Langkah pertama yang
dilakukan adalah menganalisis permintaan pasar dan menentukan
persyaratan-persyaratan dan pengukuran kualitas jasa yang akan ditawarkan dan
diikuti dengan analisis internal persepsi mengenai kualitas dan bagaimana
kinerja mereka sudah harus diantisipasi. Pada tingkat manajemen utama sudah
dirancang bagaimana seharusnya kualitas jasa yang diinginkan konsumen itu
secara lebih spesifik dan termasuk keputusan-keputusan spesifik yang harus
dipersiapkan. Selanjutnya, dirancang kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan
segala sesuatu dari dalam, yang meliputi kesiapan dan pemahaman karyawan
tentang apa saja yang harus dilakukan, termasuk pemahaman dari manajer yang
terlibat pada setiap lini atau yang disebut sebagai pemasaran internal. Selanjutnya,
pemasaran eksternal seperti yang tercakup pada bauran pemasaran (marketing mix) sekaligus dirancang pada
tingkat ini, termasuk metode-metode
pengukuran kualitas paska terjadinya penyampaian jasa.
Pada tingkatan karyawan, kualitas maupun standar kinerja
harus dibuat dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh organisasi. Karyawan
pada berbagai musim melihat spesifikasi-spesifikasi dari kualitas dan berusaha
dengan keinginan yang kuat dan kemampuan untuk menampilkan
spesifikasi-spesifikasi yang dibutuhkan dalam penyampaian jasa.
Interaksi antara karyawan dengan konsumen memperlihatkan
tanda-tanda bahwa, baik dari sudut pandang pasar maupun konsumen maupun
peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan, semuanya disesuaikan dengan keinginan
konsumen. Para karyawan di dalam posisi selalu
mengikuti dampak analisis permintaan konsumen dan berharap dalap menjalankan
pengendalian terhadap kualitas jasa yang akan disampaikannya, termasuk apabila
terjadi perubahan-perubahan permintaan yang semula maupun masalah-masalah
kualitas yang baru timbul. Pada saat yang sama, sudah barang tentu mereka siap
terlibat langsung dalam proses penyampaian jasa tersebut. Akhirnya, pada level
konsumen ditentukan apakah kualitas itu dapat diterima (acceptable) atau tidak diterima. Konsumen mengharapkan suatu
kualitas jasa tertentu dan mereka menginginkan kualitas yang diharapkannya
sesuai dengan kinerja perusahaan dan pengalaman mereka dalam mengkonsumsi jasa
tersebut, yang semuanya itu sangat tergantung pada apa yang mereka terima dan
bagaimana cara mereka menerima jasa tersebut melalui interaksi dengan
organisasi.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan
pembahasan yang telah dikemukakan, didapat beberapa simpulan. Adapun
simpulan-simpulan tersebut yaitu:
- Konsekuensi atas pendekatan kualitas pelayanan suatu produk, memiliki esensi penting bagi strategi perusahaan untuk mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan. Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model Service Quality (Serqual) yang dibangun berdasarkan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang mereka terima (perseived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service).
- Di dalam manajemen kualitas jasa, perlu diperhatikan beberapa strategi produk jasa. Sumayang (2003) menjelaskan bahwa perusahaan harus menempatkan pelanggan paling utama, yaitu dengan cara memenuhi keinginan para pelanggan. Di samping itu, sistem yang dibangun haruslah seolah-olah dilakukan oleh pelanggan sendiri.
- Dalam konteks penilaian kualitas produk jasa, dijelaskan bahwa harapan konsumen memiliki peranan besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut Olson dan Dover (dalam Jasfar, 2005), harapan konsumen dapat diartikan sebagai keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Untuk membuktikan baik tidaknya kualitas suatu produk, dapat diukur dari tingkat kepuasan konsumen.
- Kualitas jasa dapat diukur dari kepuasan konsumen yang ditentukan oleh penilaiannya terhadap jasa yang diberikan (total perceived quality). Citra kualitas yang baik bukan berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan melalui sudut pandang atau persepsi konsumen. Dalam hal ini, konsumenlah yang menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang menentukan kualitas jasa.
- Pengukuran kualitas jasa dipandang sangat penting bagi perusahaan, yang mana dapat berguna untuk mengukur kesenjangan antara harapan dan persepsi konsumen tentang jasa yang diberikan perusahaan jasa. Hal itu dimaksudkan sebagai umpan balik untuk mengukur kualitas dan koreksi apabila kualitas tersebut kurang memuaskan konsumen.
- Kerangka kerja manajemen kualitas jasa dalam perusahaan jasa dipandang penting, terutama untuk menilai dan mengelola kualitas jasa.
DAFTAR PUSTAKA
Jasfar, Farida. 2005. Manajemen
Jasa – Pendekatan Terpadu. Bogor:
Ghalia Indonesia
Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen
Pemasaran Jasa – Teori dan Praktek. Jakarta:
Salemba Empat
Sumayang, Lalu. 2003. Dasar-Dasar
Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta:
Salemba Empat
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi
.
ijin ane sedot ya gan :shakehand
ReplyDeleteizin mengcopy. trims
ReplyDeleteizin saya copas gan
ReplyDelete